//pc
//hp
Ranti tentang susahnya PJJ dengan anak berkebutuhan khusus di SMPN 2 Mempura
Disdikbud Kab. Siak - 09 Oktober 2020, Pukul 10:17 WIB
Siak (ANTARA) - Pemberlakuan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) merupakan tantangan yang tidak mudah bagi para guru terlebih lagi memastikan layanan pendidikan kepada anak berkebutuhan khusus (ABK). Seperti yang dialami, Ranti Elvira, Guru Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Mempura, Kabupaten Siak. 

SMPN 2 Mempura merupakan salah satu sekolah inklusi yang ada di Kabupaten Siak. Sekolah yang merupakan mitra Tanoto Foundation ini dikelilingi hutan dan kebun sawit terletak di Kampung Merempan Hilir, Kecamatan Mempura. 

Ranti menjelaskan bahwa peserta didik yang terkategorikan ABK tidak hanya yang difabel saja. Tetapi juga ada yang putus hubungan dengan dunia luar karena beberapa faktor. 

"Salah satunya peserta didik di kelas saya, Ananda termasuk ABK karena broken home. Hal ini yang diduga kuat menyebabkannya tidak peduli dengan dunia luar. Misalnya tidak peduli dengan pelajaran di sekolah, tidak mempan dinasihati atau pun dimarahi orang tuanya," tuturnya.

Total ada delapan siswa berkebutuhan khusus terbagi atas tujuh orang dengan kategori lamban/kesulitan belajar dan satu orang tuna laras. 

Oleh karena itu, kata Ranti, dalam menghadapi peserta didik ABK dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan. Apalagi saat ini situasinya siswa harus belajar dari rumah. 

Mau tak mau dalam mengimplementasikan PJJ dengan siswa berkebutuhan khusus mempunyai tantangan tersendiri. Namun yang terpenting, menurut Ranti, harus memiliki kesabaran dan ketelatenan. 

"Jangankan mengikuti materi yang kami bagikan di Grup WhatsApp kelas, absen saja tidak dibaca. Saya pernah menelpon dan malah ditolak. Materi tidak dibaca dan tidak ditanggapi," ucapnya. 

Namun demi memenuhi layanan pendidikan kepada peserta didik ABK, Ranti ditemani guru inklusi lainnya Iwan, akhirnya memutuskan secara khusus mendatangi siswa di rumahnya.
Sebagai wali kelas dia juga menanyakan kendala dan memberikan opsi untuk solusinya, sementara guru mata pelajaran ada yang door to door untuk memberikan LKPD.

Tapi kegiatan ini bukan tak ada masalah juga seperti sulitnya menuju rumah peserta didik yang tersebar di sekitar hutan dan kebun kelapa sawit. Bahkan saat musim hujan, dia harus melewati genangan air setinggi lutut.

"Kalau musim hujan saya harus menyiapkan sepatu boots karena di daerah sana sering banjir. Hal ini dikarenakan mayoritas wilayahnya lahan gambut. Jadi kalau hujan air menggenang sampai setinggi lutut orang dewasa," ungkapnya. 

Tiba di rumah datang lagi tantangan terbesar menghadapi peserta didik ABK yakni orangtuanya sendiri. Tersebab perhatian dan peran serta orang tua dalam mendampingi siswa ABK sangat dibutuhkan dalam tumbuh kembang siswa.

Pada pembelajaran aktif untuk ABK ini Ranti memulai pembelajaran dengan menerapkan konsep MAU yang artinya mengkondisikan, aktifkan, dan umpan balik. Seperti yang dia terapkan kepada ananda Aidil Fitriansyah, peserta didik yang diberi keistimewaan suka menyendiri dan lamban dalam belajar. 

"Saya memulai pembelajaran dengan menanyakan ke ananda kenapa tidak merespon sama sekali di grup. Saya juga berdiskusi dengan orangtuanya. Setelah mengetahui persoalannya, saya mulai menyampaikan materi pelajaran," ujarnya.

Ranti juga tetap berusaha memasukkan unsur pembelajaran aktif seperti mengalami, interaksi, komunikasi dan refleksi atau yang dikenal dengan MIKIR. Pada tahapan mengalami, Ranti mengajak peserta didik untuk mengenal barang-barang apa yang ada sekitar rumahnya. 

"Sebelum masuk ke penjelasan tentang jenis-jenis seni rupa, saya mengajak ananda melihat barang-barang di sekitar rumahnya dan memintanya menjelaskan fungsi barang tersebut. Aidil berhasil menjelaskan barang berikut fungsinya dengan cukup baik, seperti foto, lemari, kursi, meja, dan tempat tidur," jelasnya.

Kemudian pada tahapan interaksi, Ranti meminta peserta didik mengidentifikasi barang tersebut masuk ke dalam jenis seni rupa apa. Ranti menjelaskan bahwa jenis seni rupa terbagi menjadi dua, pertama seni rupa berdasarkan bentuk, kedua seni rupa berdasarkan fungsinya. 

Berdasarkan bentuk terbagi menjadi seni rupa dua dan tiga dimensi. Sedangkan berdasarkan fungsi terbagi menjadi murni dan terapan. 

"Pada saat mengidentifikasi barang-barang tersebut, ananda mulai nampak kesulitan. Ananda masih belum memahami konsep jenis seni rupa baik berdasarkan bentuk maupun fungsinya meskipun telah dijelaskan sebelumnya,” jelasnya. 

Ranti secara perlahan membantu mengidentifikasi barang di sekitar rumahnya berdasarkan bentuk dan fungsinya. Kemudian dia meminta peserta didik untuk menggambar barang yang ada di sekitarnya. Pada tahap ini nampak sekali peserta didik tidak percaya diri.

"Aidil memilih menggambar meja yang di atasnya ada televisi dan speaker. Saat menggambar Aidil ragu sekali. Dia memutar-mutar kertas. Dia menggaris, dihapus, begitu seterusnya," tambah dia.

Guru untuk kebutuhan khusus mengajar dari rumah ke rumah. (ANTARA/HO-TF)

Pada momen ini, Iwan selaku guru yang khusus menangani siswa inklusi berperan memberikan motivasi dan mengarahkan peserta didik untuk menyelesaikan tugasnya. Dia meminta jangan ragu, buat saja dulu, tidak apa-apa salah, yang penting selesaikan dulu.
 
Kemudian memasuki tahap komunikasi, Ranti meminta peserta didik menjelaskan gambar yang telah berhasil dibuat. Lalu mengidentifikasikannya ke dalam jenis seni rupa. 

Pada tahap komunikasi ini peserta didik sangat kesulitan dan kehilangan rasa percaya dirinya sehingga dia dan Iwan secara perlahan terus mendampingi dan memotivasinya. Di tahap refleksi, Ranti kembali memotivasi peserta didik bahwa mereka juga bisa mengerjakan dengan baik apa yang ditugaskan oleh guru. 

"Di akhir pembelajaran, saya kembali memotivasi Aidil agar mau terus belajar dan memuji sisi positif yang dimilikinya. Hal ini penting untuk memberikan rasa percaya diri bagi Aidil," pungkasnya.  

Pewarta : Bayu Agustari Adha

Editor : Riski Maruto